Episode Pilkada DKI 2017 telah berakhir dengan pemenang yang hampir dapat dipastikan pasangan Anies-Sandi melalui quick count lembaga-lembaga survei. Warga Jakarta telah menentukan pilihan mereka untuk dilayani oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI yang baru. Banyak cerita yang tidak akan habis untuk dibahas, akan menghabiskan banyak energi dan penuh emosional.
Pertarungan yang sangat dramatis, Ahok-Djarot akhirnya harus menerima dengan legawa kekalahannya. Walau banyak kekecewaan yang mendera para pendukung Ahok-Djarot, tetapi dalam kompetisi harus sportif, terima kekalahan dengan jiwa kesatria. Walau dirasa banyak kecurangan ataupun permainan politik yang kotor menghantam pasangan Ahok-Djarot, pertandingan tetaplah pertandingan. Menang kalah merupakan hal yang biasa. Kenyataan hidup harus diterima apapun yang terjadi.
Sedikit kilas balik melihat kekalahan Ahok-Djarot pada Pilkada DKI 2017. Warga Jakarta lebih menjatuhkan pilihan pada Anies-Sandi untuk menggantikan Ahok-Djarot sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI 2017-2022. Banyak faktor penyebab kekalahan Ahok-Djarot pada Pilkada DKI ini. Walaupun usaha telah dilakukan secara maksimal tetapi akhirnya Tuhan berkehendak lain.
Kekalahan Ahok berawal dari diri sendiri. Tidak dapat kita pungkiri hal ini. Blunder yang dilakukan Ahok membuat dirinya duduk di kursi pesakitan saat ini sangat berpengaruh besar terhadap elektabilitasnya. Dan hal itu dimanfaatkan dengan tepat oleh lawannya. Selain sisi menyangkut primordial yang double minority. Cara komunikasi Ahok yang juga membuat banyak orang tidak suka apalagi yang pernah langsung merasakan dampratdari Ahok. Kita harus akui watak Ahok yang keras terbawa dalam cara komunikasinya. Ahok tidak pandai bersandiwara, tidak seperti politisi pada umumnya sehingga hal ini menjadi kelemahan Ahok. Dalam bertutur kata Ahok yang terlihat kurang sopan santunnya menjadi pelajaran Ahok kelak, seperti pepatah lidah lebih tajam dari pisau, jadi kita semua juga harus bisa belajar dan berhati-hati dalam berucap.
Faktor penyebab kekalahan Ahok kedua adalah dari lawannya. Kita tahu banyak orang yang tidak suka dengan Ahok karena sifatnya yang terlihat arogan dan cara komunikasinya dalam bertutur kata. Orang-orang yang sakit hati dari semua golongan kalau kita lihat, sebut saja dari orang-orang parpol yang pernah terusik dengan Ahok baik itu di tingkat DPR RI hingga DPRD DKI, birokrasi Pemprov DKI, hingga masyarakat Jakarta yang bertentangan dengan Ahok sendiri khususnya korban relokasi sungai dan kawasan lainnya. Khusus untuk anggota DPRD DKI dan birokrasi Pemprov Jakarta, Ahok yang dikenal bersih dan transparan menjadi ikon anti korupsi dan membuatnya tidak disukai oleh koruptor.
Perlawanan juga datang dari ormas-ormas yang ada di Jakarta terutama ormas Islam radikal yang mana didukung oleh elit-elit parpol sebagai donatur mereka. Perlawanan keras mereka terhadap Ahok sangat dahsyat hingga terjadi aksi-aksi massa dalam jumlah besar di Jakarta. Kampanye kotor dan berbau SARA (khususnya agama) dikencangkan oleh ormas-ormas Islam dalam mendukung Anies-Sandi selama kampanye untuk mengalahkan Ahok-Djarot. Selain ormas Islam, elit-elit politik banyak juga yang berseberangan dengan Ahok dan menjegal Ahok. Hal ini dapat dipastikan karena konflik kepentingan dimana Ahok yang tidak bisa kongkalikong. Sering kita mendengar politik itu kejam. Yang putih bisa dijadikan hitam, yang hitam bisa dijadikan putih. Begitulah Ahok akhirnya diobok-obok oleh mereka-mereka yang memiliki kepentingan dalam tanda kutip.
Parpol pendukung Ahok-Djarot terlihat solid diluar tapi rapuh didalam. Seperti yang kita ketahui dari awal dimana perselisihan Ahok dengan banyak partai sewaktu menyatakan akan maju konstestasi Pilkada DKI melalui jalur independen. Banyak anggota parpol yang panas dan merah kupingnya karena Ahok. Ditambah faktor ketidaksukaan pada karakter Ahok, membuat anggota-anggota parpol di tingkat DKI Jakarta bersatu melawan Ahok dan membuat slogan asal bukan Ahok. Kita tahu adanya anggota partai-partai pendukung Ahok-Djarot yang membelot karena keputusan partai yang tidak sama dengan pilihan mereka. Itu yang terlihat, belum lagi yang tidak terlihat, dalam hal ini tidak keluar dari partai tapi tidak mendukung Ahok-Djarot. Sebut saja di PDIP, Golkar, Hanura, Nasdem, bahkan PPP juga terjadi pembelotan. Hanya PSI yang terlihat solid 100% mendukung Ahok-Djarot. Pada putaran kedua dengan bertambahnya partai pendukung Ahok-Djarot yaitu PPP pimpinan Romahurmziy dan PKB justru tidak berpengaruh pada perolehan suara pasangan nomor dua ini. Mesin partai tidak bekerja maksimal memenangkan Ahok-Djarot, karena paling penting dalam pergerakan itu adalah akar bawah. Lain halnya relawan dan simpatisan pendukung Ahok-Djarot yang terlihat full bergerilya.
Faktor kekalahan Ahok-Djarot yang ketiga adalah warga Jakarta sendiri. Kekecewaan yang besar tidak bisa ditutupi oleh Ahok-Djarot beserta para pendukungnya. Dengan tingkat kepuasan yang mencapai 70% tetapi Ahok-Djarot tidak mendapatkan simpati warga untuk melanjutkan tugas sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta. Pemilihan putaran kedua memang dipengaruhi beberapa hal seperti adanya intimidasi kepada warga yang merupakan pendukung Ahok-Djarot, kecurangan-kecurangan yang terjadi, dan indikasi keberpihakan penyelenggara pemilu. Akan tetapi bagaimanapun kita sebagai pendukung, simpatisan maupun relawan Ahok-Djarot harus berbesar hati menerima kekalahan. Dengan pilihan Warga Jakarta, semua mata bisa melihat seperti inilah wajah orang Indonesia yang mana tingkat rasionalitas atau kewarasan dikalahkan oleh faktor emosional yang disebabkan penggorenagan berbau SARA. Perbedaan agama menjadi faktor pilihan dengan tidak melihat lagi prestasi seseorang. Memang hal yang pantas membuat kecewa, tetapi sekali lagi hal ini harus diterima dengan lapang dada.
Begitulah apa yang dialami Ahok-Djarot, semoga saja tetap tegar menghadapi semuanya. Tidak ada hidup yang sempurna sesuai dengan harapan sendiri. Manusia manapun, siapapun, dimanapun tidak ada yang sempurna tidak terkecuali karena kesempurnaan hanya ada padaNya. Berbekal pengalaman hidup ini, kita harapkan Ahok khususnya dapat belajar menjadi personal yang lebih baik lagi. Pelajaran hidup kali ini sangat penting dan berarti bagi seorang Ahok.
Banyak hal yang dapat diambil sebagai pelajaran, selama manusia hidup selama itu pula belajar dalam sekolah kehidupan. Tuhan selalu memberikan pelajaran dan ujian pada manusia. Tidak melebihi batas kemampuan umatnya, demikianlah yang selalu didengar dari ucapan ahli agama dalam berkotbah. Demikian juga Ahok-Djarot dengan berbesar hati menerima semuanya dan akan terus melangkah.
Kehidupan seperti sebuah sepeda, roda berputar naik turun menggambarkan keadaan kita. Ada waktunya kita berada di atas dan ada saatnya kita berada di bawah. Sepeda harus dikayuh terus agar bisa berjalan seimbang tidak terjatuh beda halnya seperti jika berposisi diam, begitu juga hidup ini akan terus berjalan dengan waktu yang akan terus bergerak. Apapun yang terjadi, bumi tetap berputar pada rotasinya, hari akan terus berganti.
Mari kita songsong hari yang akan datang dengan kepala tegak, yakin akan perubahan yang lebih baik. Mari menerima dan memberi kesempatan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih nantinya. Biarkan mereka bekerja dengan baik. Dukung program yang telah berjalan dengan baik, kritisi jika ada yang tidak sesuai. Sekarang warga Jakarta akan menantikan dan menagih janji kampanye Anies-Sandi. Semoga saja tidak mengecewakan warga Jakarta, karena janji-janji manis yang telah terucap. Semoga anggaran-anggaran yang ada digunakan sesuai untuk kepentingan warga Jakarta, tidak ditilap seperti halnya Ahok-Djarot yang mati-matian menjaga APBD DKI dari para begal anggaran.
Kepada Pak Ahok dan Pak Djarot, kita berterima kasih dengan pengabdian yang telah dicurahkan sepenuh hati selama menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sisa 6 bulan masa bakti di Jakarta semoga dijalani dengan semangat yang tidak pernah surut dalam membenahi kota Jakarta dan menciptakan keadilan sosial bagi warga Jakarta. Apa yang telah dikerjakan dan dihasilkan akan menjadi bukti Ahok-Djarot telah bekerja maksimal. Semua akan menjadi catatan tinta emas dalam hati warga. Pengabdian tidak hanya ada pada Jakarta tapi anda berdua dapat mengabdi dalam cakupan yang lebih besar yaitu negara dan bangsa Indonesia.
akinlah pada kehendakNya, seperti yang dikatakan pada konferensi pers kemarin malam oleh Ahok bahwa kuasa diberikan oleh Tuhan dan diambil oleh Tuhan. Harus diambil hikmah dari semuanya. Inilah namanya kehidupan. Life must go on, tomorrow will be better than today.
Posting Komentar